Social Icons

Pages

Azzura Dayana

Azzura Dayana

Kamis, 07 Januari 2016

Menjawab Rengganis


Sebuah review penulis Rengganis: Altitude 3088

Saya banyak membaca review yang ditulis oleh rekan-rekan pembaca untuk novel kedelapan saya, Rengganis Altitude 3088, baik itu review yang mereka tulis di blog atau social media personal masing-masing, maupun yang disetorkan ke situs publik seperti Goodreads (untuk Rengganis, link Goodreadsnya bisa diklik di sini). Saya sangat berbahagia dan berterima kasih kepada mereka, para pembaca saya ini, yang tanpa keberatan memberikan pemikiran dan penilaian tertulis usai membacanya.

Respon positif banyak sekali saya terima melalui isi review para pembaca tersebut. Alhamdulillah. Mayoritas merasa puas, bahagia, terpesona, serta terinspirasi oleh gambaran setting di novel Rengganis. Ya, memang novel ini lengkap sekali membahas jalur pendakian Gunung Argopuro, utamanya dari jalur Baderan hingga ke Bermi. Jalur tersebut meliputi: KSDA Pegunungan Yang Timur Banyuwangi—Mata Air Pertama—Sabana Kecil—Sabana Besar—Sabana Cikasur—Cisentor—Rawa Embik—Sabana Lonceng—Puncak Rengganis—Puncak Argopuro—Puncak Arca—kembali ke Sabana Lonceng—Cisentor—Cemara Lima—Aeng Poteh—Danau Taman Hidup—hingga tiba di Desa Bermi. Tiap tempat dieksplorasi secara detail dan visual, sehingga pembaca—konon katanya—seolah bisa melihat sendiri pemandangan tersebut di depan mata dan seolah ikut diajak ke dalam petualangan pendakian para tokoh-tokoh muda di dalamnya. Kepuasan juga tercipta dari bahasa yang ringan, manis, lembut, dan sedikit romantis. Ini kata pembaca. Selain itu, ketakjuban juga tercipta dari penceritaan tentang misteri Dewi Rengganis sang putri Majapahit yang pernah mendiami puncak dan memiliki istana dan taman di sana, plus misteri bekas unfinished airport Belanda di sabana terluas di sana.

 Namun, di sisi lain, ada juga sejumlah kritikan, lontaran kekecewaan, kejenuhan, atau bahkan pertentangan terhadap bagian-bagian atau unsur tertentu dari novel ini. Dan saya justru, lagi-lagi sangat berterima kasih atas evaluasi dari pembaca sekalian. Sebagai penulisnya, saya menyadari betul, Rengganis Altitude 3088 memiliki banyak kekurangan. Tak ada karya sempurna, meski kita pastinya selalu berusaha untuk menulis dengan sebaik-baiknya.

Mari saya tuangkan satu per satu ya keluhan pembaca-pembaca tersayang, dan kemudian saya berikan sedikit pandangan yaa….

1.       Rengganis Altitude 3088 ini tipis sekali. Cerita di dalamnya pun jadinya kurang panjang. Kalau dibandingkan dengan Altitude 3676 Takhta Mahameru, kalah jauuh.
~ Betul. Jika dibandingkan dengan Altitude 3676 Takhta Mahameru, Rengganis paling hanya setengahnya. Hehe.

2.       Begitu detailnya unsur perjalanan dan tempat-tempat yang dilewati, bagi kalangan tertentu justru memantik rasa jenuh alias bosan. Alurnya lambat, konfliknya renggang.
~ Betul. Sejak membuat draft novel ini, bahkan sejak rencana membuat novel ini bentuknya masih di dalam otak, memang ceritanya khusus tentang pendakian full dari awal sampai akhir, dengan sedetail-detailnya. Se-riil mungkin, meski tokoh-tokohnya fiktif.

3.       Latar belakang dan kisah hidup masing-masing tokoh kurang tereksplor. Mungkin karena kebanyakan tokoh juga, sehingga kurang fokus. Lebih menarik jika kisah hidup tokoh-tokoh diceritakan, misal si A ikut tim ke Argopuro setelah patah hati. Atau si B mendapat mimpi berbau mistis atau apalah sehingga dia memutuskan untuk pergi mendaki.
~Right. Thanks, Readers. Luv u. Betul juga ya. Coba kalau kisah hidup yang melatarbelakangi sifat dan alasan mereka pergi mendaki dipaparkan, novel ini akan menjadi lebih tebal. Tapi ya itu, mungkin karena saya terlalu murni mengikuti rencana awal, yaitu bercerita tentang pendakian thok, ya jadinya begitu deh. Hehe. But thanks much for those suggestions, guys.

4.       Si tokoh pemuda yang lenyap karena mengejar Dewi Rengganis terlalu cepat ditemukan. Kirain bakal lama ditemukannya, atau sangat panjang dan berbelit-belit proses penemuannya, sehingga cerita makin seru dan menegangkan.
~ Sebab jika dia ditemukan lebih lama daripada itu, maka dia harus ditemukan dalam keadaan mati. Begitulah Argopuro. Pertama, saya sedang ‘tidak berminat ‘membunuh’ tokoh dalam novel kali ini. Kedua, lagi-lagi karena niat saya sejak awal adalah menceritakan pendakian Argopuro se-riil mungkin, sedekat mungkin dengan kenyaataan yang jamak terjadi pada pendakian-pendakian ke Argopuro. Mereka yang hilang ‘dipanggil’ oleh Rengganis dan lama tak kembali, lebih dari satu hari saja, maka biasanya ia memang tak akan benar-benar kembali lagi. Mereka yang hanya melihat sang dewi, atau dayangnya, atau pengawalnya, atau entah siapanya lagi, mereka lebih beruntung karena mereka ‘hanya melihat’ dan masih sempat pergi menyelamatkan diri. Beberapa kejadian mistis seperti yang diceritakan dalam novel Rengganis sungguh mendekati kejadian-kejadian nyata yang pernah dialami pendaki ke Argopuro, temasuk cerita Fathur tentang tiga teman pendaki di akhir novel.

5.       Tidak ada kisah cintanya, misal kisah cinta antara dua tokoh pendaki di dalamnya.
~ Hmm. Memang saya sedang ingin bercerita tentang cinta di taraf permukaannya saja sih. Tidak benar-benar menjadikannya sebagai unsur plot yang penting di dalam novel Rengganis ini. Maaf yaa… guys.

6.       Profil kedelapan tokoh kok malah letaknya di bagian belakang. Setelah ending cerita. Ini malah aneh.
~ Ssttt… kalau yang ini sih… sebenarnya kekecewaan saya juga. Ketika pertama menerima novel ini dalam bentuk buku, saya sempat mencari-cari profil kedelapan tokoh di halaman depan. Ketika tidak menemukannya, saya mengira bagian yang justru sangat krusial tu dihapus oleh editor. Dan saya terkaget-kaget ketika menemukannya di bagian akhir cerita. Oh, tidak! Padahal tujuan saya membuat profil tokoh-tokoh itu adalah supaya pembaca mendapat gambaran awal tentang mereka, karena tokoh utamanya ini cukup banyak, jadi saya berharap profil tersebut dapat membantu pembaca untuk mengingat mereka. Semoga jika novel ini dicetak ulang nanti, bagian profil tokoh-tokoh ini bisa dipindahkan lagi ke bagian depan yaa… aamiin J

Oke… sedemikian saja dulu yaa sharing saya tentang behind the novel. Intinya sih, saya berbahagia dengan respon apapun dan bagaimanapun dari pembaca sekalian. Doakan semoga saya konsisten untuk terus menulis novel-novel berikutnya, sehingga dapat kembali menemui pembaca dalam kisah yang berbeda. C u….





8 komentar:

  1. Waaah baru kali ini penulis menjawab sedetail ini dari hasil resensi atau review para pembaca novelnya. Seru euy :)

    BalasHapus
  2. Wah, salut sama mb Yana yg berbesar hati menerima kritikan dari para pembaca. Sukses selalu, Mbak Yana :-)

    BalasHapus
  3. apa pun kekurangannya, this book will always be my favorite ;)

    BalasHapus
  4. buku ini menjadi langkah ketar-ketir saya untuk mendaki Agropuro. loh kok? iya katanya kan treknya panjaaaaang. hehehe.. over all, suka dengan bukunyaaa :)

    BalasHapus
  5. Terima kasih semuaa... @Naqiyyah Syam, @Hairi Yanti, @chocodraco, @Lina Astuti :-)

    BalasHapus
  6. Maaf, bund..
    Baru bisa sowan kali ini.
    Betewe, ada prtanyaanku yg belum terjawab, lho. Diantaranya; knapa judulnya bukan'Rengganis: 3075' karna puncak 3088 dalam novel untuk Argapura?
    Syukron
    ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, walaupun Puncak Rengganis tingginya 3075 tapi saya mengambil puncak tertingginya yakni Puncak Argapura 3088 untuk judul. Agar pembaca juga langsung tahu bahwa gunung yang menjadi setting utama novel ini ketinggiannya berapa :-)

      Hapus
    2. Iya, walaupun Puncak Rengganis tingginya 3075 tapi saya mengambil puncak tertingginya yakni Puncak Argapura 3088 untuk judul. Agar pembaca juga langsung tahu bahwa gunung yang menjadi setting utama novel ini ketinggiannya berapa :-)

      Hapus